RUMAH MAKAN PADANG GOYANG LIDAH
KEPUASAN ANDA ADALAH TUJUAN KAMI

Senin, 31 Januari 2011

Upacara Tabuik Simbol rasa duka, Padang Pariaman.

Peristiwa pembantaian Hussain, cucu Nabi Muhammad di Padang Karbala, oleh pasukan Yazid bin Muawiyah dari dinasti Ummayah, menorehkan guratan sejarah yang mendalam bagi umat muslim di dunia. Di Pariaman, Sumatera Barat, peristiwa ini diperingati dengan melaksanakan sebuah upacara, Tabuik.



Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.

Simbol Rasa Duka

Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman, sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW itu. Karena kemeriahan dan keunikan dalam setiap pagelarannya, Pemda setempat pun kemudian memasukkan upacara Tabuik dalam agenda wisata Sumatera Barat dan digelar setiap tahun.

Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa.

Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap. Oleh umat

Islam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, keramaian sudah terasa di seantero Kota Pariaman. Seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota. Para warga lainnya berkerumun di tepi jalan untuk menyaksikan jalannya kirab Tabuik. Tak hanya warga biasa, para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.

Tepat pada waktunya, Tabuik mulai diangkat dan karnaval pun dimulai. Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat mu

sik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Selama arak-arakan berlangsung, seluruh peserta karnaval meneriakkan, “Hayya Hussain… Hayya Hussain!!!” sebagai ungkapan hormat kepada cucu Nabi Muhammad SAW tersebut. Sesekali, arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.

Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya.

Bila dibandingkan dengan upacara Tabuik yang digelar sepuluh tahun lalu, upacara Tabuik yang ada sekarang memang berbeda. Kala itu, Tabuik dibuat oleh dua kelompok warga dari kubu yang berbeda dan kemudian diadu satu sama lain. Dalam prosesnya, tak jarang diikuti pula dengan baku hantam para warga dari kedua kubu tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TRIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP